Cerpen: “Chemistry di Bukit Hijau”
![]() |
Ilustrasi - Cinta segitiga di SMA Bukit Hijau berakhir manis di tengah persaingan dan cemburu. dok. Chat GPT AI |
CERPEN - Terdengar suara lirik lagu Ahmad Dani di dalam sebuah mobil sedan hitam yang parkir di depan SMA Bukit Hijau. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang sangat terkenal di kota Bandar Lampung. Sesaat kemudian keluarlah dari dalam mobil sesosok pria yang amat ganteng menggunakan seragam rapi putih abu-abu serta rambut jambul seperti penyanyi Duran-Duran.
Pria ganteng itu memandang sekolah yang baru. Ia tampak terkesan melihat gedung dan pemandangan yang berada di sekitar sekolah. Di saat pandangan matanya tertuju ke arah kelas yang berada di lantai dua, tiba-tiba terlihat beberapa anak cewek melambaikan tangan sambil terdengar kata, “Hai, kenalan, dong.”
“Reyhan, sampai kapan kau mau berdiri saja dan memandangi sekolah barumu ini, Sayang?” tanya mama yang berdiri di samping Reyhan.
“Jadi, ini sekolah baruku, ya? Rupanya tidak jauh berbeda dengan sekolahku yang di Jakarta.” Kata Reyhan sambil tersenyum.
“Sudahlah, sekarang kita masuk dulu, kamu pasti sudah ditunggu Bapak Kepala Sekolah,” kata mama sambil menggandeng Reyhan yang tampak malu untuk memasuki sekolah barunya.
Mereka pun berjalan berdampingan menuju ruangan kepala sekolah yang terletak di gedung pertama lantai satu sekolah itu. SMA Bukit Hijau, sekolah yang memiliki dua lantai ini, dengan halaman yang cukup luas, terdapat lapangan voli dan basket, serta di dalamnya banyak ditanami pohon dan bunga-bunga yang tampak cantik karena terawat.
Sesampainya di depan pintu ruang kepala sekolah, Reyhan dan mamanya mengetuk pintu dan terdengar suara dari dalam yang mempersilakan masuk.
“Selamat pagi, Pak, maaf kami terlambat,” kata mamanya Reyhan sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Pak Seno, Kepala Sekolah SMA Bukit Hijau.
“Selamat pagi juga, mari silakan duduk,” Kata Pak Seno sambil bersalaman dengan Reyhan dan mamanya.
“Jadi, ini yang namanya Reyhan? Saya sudah membaca semua data-data tentang Reyhan ini dan menurut saya Reyhan ini siswa yang sangat berprestasi,” kata Pak Seno sambil tersenyum.
“Terima kasih atas pujiannya, Pak. Namun, apa yang saya capai selama ini tidak membuat saya merasa bahwa diri saya berprestasi sama seperti yang Bapak sampaikan,” kata Reyhan merendah.
Reyhan adalah siswa pindahan dari SMA yang sangat terkenal di ibu kota. Ia pindah karena orang tuanya pindah tugas ke daerah tempat ayahnya bekerja. Reyhan merupakan anak basket di sekolahnya yang lama. Selain memiliki postur tubuh yang tinggi, dia juga ganteng dan sangat berprestasi dalam pelajaran, tetapi paling cuek terhadap cewek hingga dia mendapat julukan pria anticewek.
“Baiklah kalau begitu saya minta Wakasek Kesiswaan agar mengantar Reyhan ke kelas barunya, ya?” tanya Kepala Sekolah kepada Reyhan.
“Yach…, yach … Pak,” Reyhan baru sadar dari lamunannya kalau Kepala Sekolah sedang mengajaknya berbicara dan wajah Reyhan pun memerah karena merasa malu.
Akhirnya, Ibu Yulia sebagai Wakasek Kesiswaan mengantarnya menuju kelas XI IPS 2, kelas inti untuk kelas sosial. Sementara itu, di dalam kelas sedang berlangsung pelajaran akutansi dan para siswa sedang sibuk menghitung jumlah rupiah pelajaran tersebut. Di saat asyiknya belajar tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.
“Selamat pagi, Bu Guru saya antar siswa pindahan dari Jakarta. Mudah-mudahan kamu kerasan, ya Reyhan?” tanya bu Yulia.
“Terima kasih, Bu,” jawab Reyhan membalas.
“Nah, anak-anak hari ini kita kedatangan siswa baru. Reyhan, silakan masuk!” Reyhan pun masuk ketika suara dari dalam kelas memanggilnya. Seketika dalam kelas menjadi ramai dengan suara siulan, sorak anak cewek, dan ada juga yang mencibir dari arah pojok, terutama suara Dimas. “Huh, paling anak mami, tuch,” katanya lantang.
Bu Rini mempersilakan Reyhan untuk memperkenalkan diri. “Baiklah, teman-teman, saya akan memperkenalkan diri. Nama saya Reyhan Pratama. Saya pindah sekolah karena orang tua saya pindah tugas. Untuk sementara saya tinggal di Teluk Betung.”
“Hai, lengkap dong dengan nomor rumah, kalau ada ya dengan nomor HP,” tiba-tiba terdengar suara Clara nyeletuk dengan lantangnya.
“Wah, namanya mantap itu. Eee ada ade kah? Siapa tahu adeknya cantik, seganteng kakaknya,” celetuk Arif.
Reyhan hanya tersenyum malu mendengar pujian itu.
“Baiklah, kalau begitu silakan kamu duduk. Mau di depan atau di baris kedua? Kebetulan kursi itu belum ada yang memiliki.” tanya Bu Rini.
Pelajaran pun dilanjutkan lagi sampai terdengar suara bel berbunyi tanda penggantian pelajaran selanjutnya.
Karena guru belum datang, teman-teman Reyhan menghampiri sambil mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan, suasana menjadi ramai. Reyhan merasa senang karena teman-temannya banyak yang baik hati, kecuali satu yang belum paham, cara bicara teman-teman terlalu cepat bagi Reyhan sehingga kurang paham, tetapi itu bagi Reyhan menjadi tantangan.
“Kamu sudah punya pacar, belum?” tanya Clara sambil menjulurkan tangan. Reyhan yang ditanya begitu menjadi malu dan mukanya memerah.
“He, kok kamu tanyanya ngaco tau,” celetuk Rama, teman sebangkunya.
“Ya, siapa tau toch, aku bersedia jadi tuan putrinya,” kata Clara sambil nyengir malu.
“Sudah, sudah, sekarang kita lanjut belajar lagi. Pak Fadil sudah datang.” kata seorang teman.
“Reyhan, ayo kita ke kantin, yuk!” ajak Clara dengan gaya centil dan manja. Dimas yang memang senang dengan Clara sempat terkejut mendengar ajakan Clara terhadap Reyhan. Dia merasa bahwa Reyhan telah mengalahkan hati Clara. Padahal, selama ini Dimas selalu menanti hatinya Clara luluh.
“Dasar anak baru itu sok belagu,” ungkap Dimas kesal.
Dimas sebenarnya sudah lama menembak Clara, tetapi Clara tidak pernah merespons dengan baik. Sebenarnya, Dimas anak yang pintar soal pelajaran, anak basket juga, cuma disayangkan ia agak sombong. Itulah yang tidak disukai Clara.
Clara menarik tangan Reyhan dan mengajaknya segera ke kantin. Sementara itu, Dimas dan teman-temannya hanya melihat Clara dan Reyhan yang menghilang dari balik pintu kelasnya.
Kisah ini terus bergulir dengan persaingan, cemburu, dan chemistry yang tumbuh antara Reyhan dan Clara. Hingga akhirnya saat pertandingan basket sekolah, Reyhan berteriak lantang di tengah lapangan setelah mencetak poin kemenangan:
“Aku serius, nich. Kamu mau… jadi… pacarku?”
Clara tersenyum dan membalas:
“Aku akan menjadi pacarmu, Reyhanku.”
Sorak sorai penonton pun memenuhi lapangan, menutup kisah cinta segitiga ini dengan manis.***
No comments